Kritik Apik untuk Anak
Anak-anak dianugerahi rasa
ingin tahu yang tinggi, namun terkadang mereka tidak paham bahwa
keingintahuannya itu menghasilkan suatu perbuatan yang salah. Seperti kisah
anak usia tujuh ini.
Si anak gadis yang mempunyai
teman dekat berupa tetangga samping rumah. Meskipun berbeda sekolah dan
memiliki selisih usia lebih tua dari tetangganya tapi itu bukanlah perbedaan
berarti. Karena kawan perempuannya hanya itu. Tapi suatu hari, sang kawan mengajak
gadis tujuh tahun itu bermain make up. Memakai bedak, blush on,
pensil alis sambil merapikan alisnya menggunakan gunting kecil.
Sesampai di rumah, gadis
tujuh tahun itu ingin mempraktikkannya “tutorial” memakai make up dari
temannya. Berbekal alat make up sang Mama dan kaca rias di kamar yang besar,
dia mulai ekperimen dirinya sendiri. Inginnya mencontoh sikap sang kawan, tanpa
sepengetahuan Mamanya, dia ambil silet cukur Papanya dan mulai mengerik
alisnya.
Selanjutnya memakai bedak, blush
on, lipstik dan kutek. Hasilnya, bedak dan kutek Mamanya
banyak yang berhambur, alis terkerik, dan lipstik bentuknya menjadi tidak
karuan. Hingga membuat sang Mama terheran dengan sikap diam anaknya di kamar,
barulah ia sadar bahwa anak gadisnya sudah asyik melakukan kesalahan.
Bagaimana reaksi sang Mama? Tidak
marah sebetulnya tapi hanya membekalinya nasihat yang panjang.
“Lain kali jangan main make
up, punya Mama jadi banyak yang terbuang, repot membersihkannya juga. Kamu kan
sudah punya mainan sendiri, bisa main itu saja atau baca-baca buku.”
Si anak yang mendengarnya
hanya memasang tampang merajuk.
Kalau kejadian nasihat itu
merupakan sebentuk pertanyaan kuis, apakah itu salah? Ya. Dimana letak
kesalahannya? Sebuah nasihat sebaiknya disampaikan dengan cara menyenangkan
bukan dengan kalimat yang mengandung kemarahan. Dan apakah dampak dari nasihat
itu juga berarti anak tidak mengulangi lagi? Belum tentu. Karena anak belum
menerima konsekuensinya dan belum jelas aturan untuk memperbaiki kesalahannya.
Lalu sebaiknya bagaimana? Adakah
alternatif selain memberikan nasihat panjang yang menggebu dalam mengingatkan
anak? Menurut psikolog anak, Dr. Daniel Amen, anak bukan sekedar membutuhkan
nasihat tapi juga perlu kritikan, saran atau feedback baik yang
membangun. Ada beberapa cara dari berbagai rujukan yang dapat dilakukan orang
tua dalam memberikan kritikan yang membangun, berikut rangkumannya.
Pertama, mengawali komunikasi dengan
suasana yang tenang dan mencoba memahami perasaannya. Orang tua yang bisa
menyelesaikan emosinya terlebih dahulu, tentu bisa memberi radiasi emosi
positif juga pada anak.
Di awal percakapan orang tua
bisa mengatakan dengan menghargai sikap anak terlebih dahulu bagaimana pun
kesalahannya. Misal, “Wah, anak gadis mama sudah mulai belajar make up ya.”
Kedua, sampaikan secara jelas
kesalahannya, bukan menyalahkan pribadinya, apalagi sampai memberikan label
padanya. Dan beri ungkapan positif bahwa anak mampu bersikap lebih baik.
Contoh, “Tapi mama jadi sedih
karena alat make up mama jadi rusak. Biasanya Kakak kan selalu hati-hati
menjaga barang, berarti bisa juga berhati-hati memakai punya Mama kan.”
Ketiga, anak bisa dibimbing untuk
mengetahui kesalahannya dan menentukan konsekuensinya sendiri. Karena terkadang
ada anak yang ketika melakukan kesalahan, tidak mau mengakuinya.
Karena apa ya? Takut
mendapatkan amarah dari orang tua. Sehingga sebaiknya orang tua memandu sang
anak agar mau mengakui kesalahannya supaya tertanam di pikirannya bahwa dari
kesalahan itu anak belajar memperbaiki dirinya. Ketika pikiran anak sudah
semakin matang, orang tua juga bisa membimbing anak menentukan konsekuensi dan
solusi atas perbuatannya menggunakan teknik choaching.
Contoh, “Memakai barang Mama
tanpa izin sampai rusak juga itu baik nggak? Salah atau benar? Kalau sikap yang
benar seperti apa?
Nah, jangankan anak-anak,
orang tua saja masih sering melakukan kesalahan dan tetap butuh dikritik atau
diingatkan. Sehingga menjadi suatu hal yang wajar ketika setiap anak melakukan
kesalahan karena mereka masih dalam tahap belajar banyak hal baru.
Tugas orang tua menegur anak
dengan memberikan kritikan positif yang membangun. Harapannya, sang anak menyadari
kesalahan yang dilakukan agar tidak mengulanginya serta belajar memerbaiki
dirinya.
#ketik11 #kelasartikel #komunikasi
Comments
Post a comment