Anak Mengenal Cinta

Saya tidak lupa dengan 3 buah pembicaraan yang begitu mengesankan antara saya dan anak saya Ali yang kini berusia 10 tahun. Pembicaraan yang sangat serius dan penuh privasi saat saya ingin mengajarkan tentang bagaimana adab dalam berhubungan dengan lawan jenis.

Saya terpaksa mengawali pembicaraan mengenai hal ini saat usia ali 6 tahun. Pertimbangannya, karena saat itu fenomena “pacaran” sudah mulai ramai di kalangan anak sekolah dasar. Entahlah……. saya tidak tau apakah tepat atau tidak pilihan kata yang saya gunakan, tapi begitulah adanya, keadaan mendorong saya untuk menyampaikan yang harus disampaikan.

Saat usia Ali 6 tahun (di Indonesia)

Ummi: “Ali kamu pernah denger kata pacaran gak?”

Ali: “iya, anak di sekolah sdit ada mi yang pacaran” (saat itu Ali masih sekolah di sdit)

Ummi: “oh ya? menurutmu gimana li?”

Ali: “gak boleh kan mi? langsung nikah ajak kan mi? kayak ummi dan bapak”

Saya terkejut sambil tersenyum, ternyata ia sudah dapat menyimpulkan sendiri, padahal belum pernah membahas ini sebelumnya

Ummi: ‘iya” “btw ada gak sih anak perempuan yang ali suka?”

Ali: “hehehe ada”

Ummi: “oh ya? siapa? ummi kenal gak?”

Ali menyebutkan sebuah nama sambil tersenyum. saya pun tersenyum menahan tawa. Jaman sekarang memang berbeda, anak kelas 1 saja sudah punya kecenderungan hati.

Ummi: “kalo Ali suka sama seseorang, Ali gak usah bilang dulu sama orangnya ya, gak usah cerita sama temen temen juga, nanti diledek, ceritanya sama ummi aja ya… ali boleh suka sama seseorang tapi ali gak boleh berduaan ya sama anak perempuan tanpa teman, gak boleh menyentuh perempuan yang bukan saudara, dan gak boleh sering-sering diinget, nanti kalo sudah besar dan sudah siap baru ali boleh menikah”

Ali: “iya mi”

Setahun kemudian (masih di indonesia)

Ummi: “Aa gimana kabar si xxxx Aa masih suka sama dia?”

Ali: “nggak! udah ganti” (hihiihihihi)

Ummi: “oh ya? sama siapa sekarang sukanya?”

Ali: “sama si xxxx”

Ummi: “hehehehe… mmmmm masih inget kan pesan ummi?”

Ali: “gak boleh pacaran kan mi? langsung nikah aja….” Ummi: “iya… dan jangan bilang sama siapa-siapa ya, ceritanya sama ummi aja. Gak boleh berduaan, dan gak boleh bersentuhan, kalo mau main rame-rame sama yang lain yah. Juga gak usah banyak diinget, nanti ganggu belajar”

Sehari setelah membaca artikel tentang maraknya pornografi yang marak dinikmati oleh anak-anak usia sd di Indonesia, saya jadi penasaran untuk membuka kembali pembicaraan tentang ini bersama anak saya. terlebih kami kini tinggal di california. di suatu subuh, sepulang Ali dan bapak dari masjid saya mengajak ali berdiskusi.

Ummi: “eh li, kemarin ummi kan jemput shafiyah trus main di park sekolah Edenvale, masa coba a ummi liat anak elementary kayaknya grade 5an lagi ngumpul laki-laki sama perempuan terus peluk-pelukan. menurut ali gimana?”

Ali: “gak boleh…”

Ummi: “kalo di sekolah aa gimana? ada gak yang kayak gitu”

Ali: “gak pernah liat sih”

Ummi: “ada yang aa suka gak si sekolah?”

Ali: “mmmm… not here”

Ummi: “di indonesia maksudnya?”

Ali: “no….. di laurelwood” (nama sekolah lamanya)

Ummi: “oh ya? orang india a?’

Ali: “no”

Ummi: “orang jepang?”

Ali: “no”

Ummi: “orang mexico?”

Ali: “no”

Ummi: “bule amerika?”

Ali: maybe….

Ummi: “trus dulu suka main bareng?”

Ali: “jarang ketemu karena pas reses yang boys duduk di meja boys yang girls terpisah, ada sih yang campur tapi aa gak pernah. biasanya yang boys malu kalo ada girls yg girls juga” (hooooo… jadi tau… ternyata sudah muncul persaan malu)

Ummi: “oh ya aa di sekolah usa kan gak kayak sekolah Aa di indo, semua akhwatnya berjilbab. kalo disini auratnya banyak terbuka. kata Rasul, disekitar wanita itu banyak syaitannya, makanya kita diperintahkan untuk menundukan pandangan. Kalo gak sengaja pertama kali gak papa, tapi abis itu jangan diterusin”

Ali: “oke”

Ummi: “Aa tau gak! kalo kita melihat aurat lawan jenis, ada zat kimia di otak yang keluar, namanya dopamin, kalo cuma sekali karena gak sengaja gak papa, tapi kalo diterusin apalagi sampai berkali-kali zatnya keluar terus dan bisa merusak otak aa”

Ali: “oh ya mi? (dengan nada antusias)

Ummi: “iya aa, dan gak tanggung-tanggung yang dirusak 5 bagian otak, lebih parah daripada orang kena narkoba lho. kalo sudah seperti itu sudah gak bisa konsentrasi belajar apalgi beribadah.”

Saya pun mengambil kertas…

Ummi: “nih Aa, ibaratnya kertas ini otak kamu, kalo kamu melihat aurat lawan jenis, otaknya seperti ini (sambil meremas kertas), lihat lagi! (remas kertas lagi), lihat lagi! (remas lagi) rusak deh a otak kita.”

Ali: “really mi?”

Ummi: “serius… janji ya aa sama ummi, jangan pernah lihat aurat perempuan. apalagi di internet jaman sekarang gampang banget nyarinya. inget kan aa temen-temen aa yang di indo yang suka ke warnet itu? janji ya aa sama ummi”

Ali: “iya mi”

Ummi: “kalo aa itu udah ngerasa baligh belum sih? udah pernah mimpi yang bikin basah belum?”

Ali: “kayaknya belum mi, kayak gimana sih basahnya?” Ummi: “dia gak cair kayak ompol, dia lebih kentel”

Ali: “kayaknya belum mi”

Ummi: “nanti kalo Aa ngerasa begitu, aa bilang ya sama ummi. Kamu harus belajar cara mandi wajib, karena kalo kamu gak mandi wajib, shalat mu gak sah” Ali: ‘ok mi!”

Ummi: “oh ya aa, aa taukan gimana islam ngatur soal pernikahan beda agama?”

Ali: “yup… kita harus nikah sama muslim kan?”

Ummi: “yup… trus gimana dong kalo yang aa suka itu bukan muslim?”

Ali: “harus jadi muslim dulu”

Ummi: “yup…. makanya Aa sekarang belajar islam yang serius ya… karena kalo kayak gitu tanggung jawabnya tambah berat, Aa harus ajarin istri Aa tentang islam. Dah sekarang gak usah diinget-inget ya, dan jangan inget lebih dari kita inget sama Allah, nanti Allah cemburu lho”

Ali: “ok mi”

Saya tidak tau apakah pembicaraan seperti ini sesuai dengan ilmu parenting atau tidak. Hanya dengan momohon kelancaran lisan pada Allah serta itikad baik saya untuk menyelamatkan anak-anak dari rusaknya moral dan pergaulan saat ini yang memberi kekuatan bagi saya untuk membangun diskusi ini. Mempersiapkan mereka menuju akil baligh adalah tanggung jawab kita. Saya bersyukur, anak saya bisa terbuka tentang hal ini. Saya harus senantiasa menjaga hubungan yang harmonis diantara kami agar mereka mau bercerita kepada saya bahkan hanya bercerita kepada saya. Saya tidak ingin rasa ingin tau mereka, mereka tanyakan pada orang lain, bahkan pada gurunya di USA. Doa senantiasa saya panjatkan agar mereka senantiasa terjaga dari hal-hal yang diharamkan Allah.

San Jose California, 23 Februari 2014
Dalam buku 5 guru kecilku by kiki barkiah

April Fatmasari
Assalamualaikum. Saya seorang ibu rumah tangga yang belajar menjadi blogger, penulis dan Canva designer. Memiliki ketertarikan dengan kepenulisan, pengasuhan, literasi anak, terutama read aloud. Belajar berbagi memaknai kehidupan dengan tulisan. Jika ingin menjalin kerja sama, dapat dihubungi melalui april.safa@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar